Jumat, 26 November 2010

Anonimitas dalam penggunaan aplikasi internet

Apa itu “anonim”? Konon, dari segi bahasa, Bahasa Indonesia sebenarnya menyerap kata ini dari sebuah kata Inggris, anonymous, yang memiliki varian kata benda berupa anonym

anonym (plural anonyms)

1. An anonymous person.

2. An assumed or false name; a pseudonym.

3. (zoology) A mere name; a name resting upon no diagnosis or other recognized basis.


Kalau ditarik kesimpulan secara sekilas, maka dapat diterjemahkan bahwaanonymous berarti menyatakan/melakukan suatu hal sebagai “tanpa-nama”. Dengan kata lain, si pelaku/penulis/pembuat karya tidak mencantumkan tanda apapun mengenai dirinya; ia hanya menekankan bahwa “ini adalah sesuatu.

Sebaliknya di sisi lain, kata anonym ternyata tidak hanya mencakup ketanpanamaan, melainkan juga bisa merujuk pada nama pena danpseudonym. Tentunya ini berlaku untuk banyak bidang yang melibatkan penisbatan karya pada seseorang — misalnya karya seni berupa sastra, lukisan, atau bahkan tulisan biasa seperti kontribusi di koran.

Dengan penjelasan tersebut, maka dapat kita asumsikan bahwa term “blogger anonim” adalah blogger yang tidak menggunakan nama aslinya untuk menyampaikan tulisan/isi postnya. Paling tidak, blogger yang termasuk kategori “anonim” biasanya menggunakan nama pena/nom de plume, sedemikian hingga jatidiri si blogger relatif tersembunyi dari pengetahuan publik.

Adapun secara umum, anonimitas ini biasanya dilakukan berdasarkan keinginan si penulis/pengarang (atau, dalam kasus kita, blogger) — yaitu keengganan untuk mengungkapkan jatidiri kepada publik.

Dalam banyak kasus, tidak menyebutkan jatidiri ini biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan sebab-akibat. Umumnya terdapat berbagai skenario seperti di bawah ini.

Pertama, si penulis ingin berlindung di balik identitas baru. Dengan adanya identitas baru, tanggung jawab dari identitas dunia nyata bisa diabaikan.

Kedua, si penulis tidak memandang penting keberadaan dirinya. Yang terpenting adalah bagaimana karya/ide-idenya bisa tersampaikan kepada masyarakat/pembaca pada umumnya.

Ketiga, si penulis tak ingin orang memandang tulisannya tergantung siapa yang menulisnya.

Keempat, si penulis menyadari bahwa ia sedang membuat sesuatu yang “berbahaya” dan kontroversial — utamanya jika menentang pihak yang mungkin membahayakan jiwa. Maka akan lebih aman jika hal ini disampaikan dengan tanpa-nama atau dengan nama pena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar